Foto : Jessi Asri
Medan | Neraca – Bertempat di Gedung A Lt. 2 Politeknik Negeri Medan, Jumat (10/2), telah dilaksanakan acara Pelantikan HMPS (Himpunan Mahasiswa Program Studi) Mesin periode 2017/2018. Acara yang berlangsung dengan lancar ini dihadiri oleh perwakilan BEM, DPM, serta Pengurus HMPS Mesin periode sebelumnya.
Setelah melalui tahap seleksi berkas, debat, dan pemilihan. Terpilihlah pasangan nomor urut 1 sebagai pasangan yang dilantik yaitu Risman Cornelius Sirait (ME–3G) sebagai ketua dan Doni Sitanggang (ME–3B) sebagai wakil dengan memenangkan sekitar 250 suara.
“Sekret sudah ada diciptakan oleh HMPS yang lama, namun belum berfungsi. Belum berfungsi maksudnya belum bisa dipergunakan, tidak sesuai dengan fungsinya. Sekret selalu tertutup, jadi kita cari info tidak tau kemana. SDM nya tidak ada. Jadi visi utama itu menjadikan sekret bagi rumah teknik mesin,” tutur Risman dalam memaparkan visi dan misinya.
Untuk progja ke depan, HMPS periode ini akan mengadakan seminar, Liga Mesin, Baksos (Bakti Sosial) dan paskah jurusan untuk Program Studi Teknik Mesin. Namun pengadaan wifi di Gedung A juga menjadi target utama. “Jadi target saya yang pertama yaitu kita ingin membuat wifi di gedung A karena wifi tidak ada. Dana dari Politeknik, kita akan ajukan poposal,” tutur Risman.
Pengadaan fasilitas wifi dilakukan karena pada kepengurusan HMPS sebelumnya, kegiatan kelompok belajar yang telah dilaksanakan belum berjalan sepenuhnya. Tanpa diajak belajar pun, jika ada fasilitas wii mahasiswa akan berminat untuk belajar. Sehingga dengan semakin banyak orang yang menggunakan wifi maka akan ada kontak antar mahasiswa maupun dosen. Jadi secara tidak langsung solidaritas terbentuk.
Apabila pihak Politeknik menolak penggadaan wifi, pihak HMPS menyebutkan bahwa merekamemiliki rencana B. “Plan B, mungkin kita akan koordinasikan, kita akan sosialisasikan ke seluruh mahasiswa mungkin kita akan buat iuran per mahasiswa jika di Acc,” jelasnya. Namun, jika banyak mahasiswa yang tidak setuju, mungkin program kerja ini akan dibatalkan. “Tapi menurut pandangan saya, jika plan B ini terjalankan mungkin akan mengenakan Rp2000,- perbulan setiap mahasiswa. Ini bukan harga yang mahal dalam mendapatkan suatu program belajar,” tambahnya.
Risman berharap semoga semua rasa apatis, egois, dan rasisme yang ada pada mahasiswa dapat dihilangkan. Tidak terlalu berpikir sempit, tidak terlalu percaya dengan suatu perkumpulan. Namun bisa menjadikan perkumpulan itu menjadi bahan pertimbangan. Sehingga tidak terpaku dengan satu perkumpulan dan mengambil keputusan sendiri. (GS/NF)