Di suatu sudut persimpangan kota, seorang tua renta memikul karung berisi puluhan sampah plastik.
Baju lusuhnya menampung keringat, robekan celananya penuh semangat.
Kadang-kadang ia tertawa menatap sepotong roti tak utuh di pinggir jalan.
Pada gedung kecil terpencil, seorang jurnalis masa lalu ikut tersenyum.
Disingkirkannya semua berita simpang-siur miris negeri.
Katanya, dunia tak perlu tahu fakta kritis mengantri.
Tak lupa perihal kuli di pasar.
Dipikulnya karung beras dengan sisa-sisa tenaganya.
Mereka tak acuh pada untaian janji-janji yang membubung di udara.
Hidup tak harus menuntut janji, katanya.
Hidup adalah perihal nyata.
Ini Indonesia.
Langitmu tempat kami menengadah.
Tanahmu tempat arwah melekat.
Maka selamanya kita padu dalam satu.
Dirgahayu Indonesiaku.
Dengan ribuan watak pewarismu.
Bangsa ini akan tetap satu dalam niat juang.
Kami mencintaimu lebih dari selamanya.