Karya: Afifah Faradilasari H.
25 Juni 1936. Mungkin pemilik semesta sedang bahagia kala itu. Diciptakannya seorang ternama di Kota Parepare, Sulawesi Selatan, yang kemudian dianugerahkan nama Bacharuddin Jusuf Habibie. Beliau merupakan anak keempat dari delapan bersaudara. Ayahnya yang berprofesi sebagai ahli pertanian, tak menyurutkan kobaran semangatnya untuk meraih lebih. Gelar Bapak Dirgantara Indonesia dan julukan Mr. Crack yang didapatnya setelah mengeluarkan Teori Crack Propagation, sebuah solusi untuk mendeteksi rambatan kerusakan konstruksi pada badan pesawat. Julukan itu kemudian mendunia dan disegani oleh seluruh lapisan masyarakat. Penerbangan perdananya pada tanggal 10 Agustus 1995 serta-merta menciptakan pesawat yang diberi nama N-250 Gatotkaca. Kiprah Bapak BJ Habibie di dunia teknologi kian nyata lewat rancangan DO-31, pesawat transportasi berbaling-baling tetap pertama yang mampu tinggal landas dan mendarat secara vertikal. Hingga rancangan tersebut dibeli oleh Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
Tak hanya mengenai karier, kisah cintanya pun teramat dikenang, khususnya di dunia perfilman Indonesia. Film Habibie & Ainun yang diproduksi pada tahun 2012 meraih jumlah penonton sebanyak 4.583.641 serta mengundang jutaan haru dan air mata. Keabadian cinta yang dilukis oleh keduanya berhasil menjadi buah bibir setiap orang. Kisah cinta yang tak pernah surut dan hilang ditelan jaman itupun kemudian melahirkan film Habibie & Ainun 2 di tahun 2016. Serta lagu cinta yang juga sebagai soundtrack film disenandungkan oleh Bunga Citra Lestari yang berjudul Cinta Sejati telah ditonton sebanyak hampir 35 juta kali di platform YouTube.
Kisah mereka dimulai dari benih-benih rasa suka yang tumbuh saat Sekolah Menengah Pertama. Namun, keduanya baru sama-sama memperhatikan saat di Sekolah Menengah Atas, di SMA Kristen Dago Bandung, Jawa Barat. Komunikasi mereka terputus saat Habibie melanjutkan kuliah di Jerman, sementara Ainun menetap di Indonesia. Walau begitu, takdir tetaplah takdir. Pernikahan mereka digelar pada tanggal 12 Mei 1962 di Rangga Malela, Bandung. Hasri Ainun Besari resmi menjadi istri dari Habibie setelah berhasil bertengkar dengan jarak dan waktu.
Habibie memanen gelar diplom ingeniur pada 1960 dan gelar doctor ingeniur pada 1965 dengan predikat summa cumlaude pada studi teknik penerbangan, spesialisasi konstruksi pesawat terbang, di RWTH Aachen, Jerman Barat. Beliau pun pernah bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm, sebuah perusahaan penerbangan yang berpusat di Hamburg, Jerman. Lalu, atas perintah Soeharto, ia kembali ke Indonesia.
Sebagai apresiasi pemerintah daerah, didirikan pula Monumen B.J. Habibie di Gorontalo, Monumen Cinta Ainun Habibie di Kota Parepare, dan rumah sakit serta pengusulan nama bandara dan ruas jalan di berbagai daerah cukup mendeskripsikan rasa bangga rakyat tanah air karena memiliki generasi emas seperti Habibie. Beliau menorah contoh dan pengabdian luar biasa pada negeri. Jabatan Menristek maupun Presiden ke-3 Indonesia dijalaninya dengan sukses. Rasa keingintahuan yang tinggi dan selalu menyelimuti alam pikirnya merupakan salah satu kunci sukses Habibie. Mencari, meneliti, merancang, hingga mencipta, sudah menjadi bagian dari hidupnya. Cerita hidup yang sempurna, pikir orang-orang.
Namun, bukan hidup namanya kalau tanpa cobaan. Pada tahun 2010, beliau diberikan cobaan terberat yang mau tidak mau, suka tidak suka, rela tidak rela, harus ia terima. Kehilangan seorang perempuan sempurna yang teramat dicintai dan teman hidup paling tabah melewati segala cobaan, justru menjadi cobaan baru baginya. Rumah dan kelopak matanya dirundung pilu. Tanah air berduka. Ibu Hasri Ainun Habibie menutup usianya pada 22 Mei 2010 disebabkan kanker ovarium. Lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta. Konon katanya Habibie meminta lahan makan di samping Ainun untuk dikosongkan sebagai tempat istirahat terakhirnya nanti, bersama Ainun. Maka dari itu, tak ada yang menempati lahan itu selama 9 tahun lamanya. Hingga hari penuh duka benar-benar tiba. Negeri pertiwi berduka. Seluruh pelosok dan tokoh negeri terguyur air mata. Sosok yang selama ini dibangga-banggakan, pergi menyusul kekasihnya. 83 tahun menjadi penghuni bumi penuh abdi, selesai sudah. Habibie menutup usianya pada 83 tahun di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Jakarta, tanggal 11 September 2019 kemarin. Bendera setengah tiang yang berkibar di pelosok negeri mengiringi kepergiannya. Indonesia lagi-lagi kehilangan satu orang paling berjasa di dunia teknologi. Bapak Dirgantara Indonesia, melakukan penerbangan terakhirnya menuju rumah bersama Ainun. Damai. Dipenuhi romansa. Meninggalkan kenangan-kenangan untuk negara.
“Aku sudah bersamamu, Nun. Mari matikan api itu, dan kuceritakan semuanya semenjak tak ada kamu.”