Salah seorang reporter Lembaga Pers Mahasiswa Teropong Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Mahda Rafsanjani diambil paksa oleh pihak Kepolisian saat dirinya bertugas meliput aksi unjuk rasa di depan Kantor DPRD Sumatera Utara, Selasa (24/9/2019).
Dijelaskannya, memori kameranya diambil oleh petugas Kepolisian saat mengambil video pengamanan terhadap salah satu terduga provokator yang dilakukan oleh pihak Kepolisian di basement kantor DPRD Sumatera Utara.
” Saya rasa itu intel tadi. Karena mereka gak pakai seragam. Jadi saya saat itu sedang mengambil video saat mereka beberapa orang polisi intel itu melakukan pengamanan terhadap salah satu terduga provokator dalam aksi,” jelasnya.
Mahda mengatakan dirinya sempat beberapa kali diminta untuk tidak merekam kejadian tersebut. Namun, ia tidak mengindahkan teguran itu hingga akhirnya memori kameranya diminta secara paksa.
” Ketika mereka minta jangan direkam saya lanjut saja merekam. Karena menurut saya itu mengandung news value. Setelah itu, pertama diminta untuk menghapus semua foto dan video yang ada di kamera tersebut. Namun, saya tidak mau hingga mereka minta memori saya secara paksa,” sambungnya.
Dirinya mengaku, ia juga sempat diancam kameranya akan dibanting jika tidak menyerahkan memori tersebut. Karena takut dan mengalami intimidasi yang cukup hebat ia akhirnya menyerahkan memori tersebut.
Di samping itu Pemimpin Umum LPM Teropong UMSU, Agung Harahap mengecam keras terhadap apa yang telah dialami oleh anggotanya tersebut.
” Saya kira Undang – undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers telah menjelaskan bahwa pintu untuk memperoleh sebuah berita telah dibuka selebar – lebarnya. Kita menyayangkan tentunya dan mengecam keras terkait masih adanya intimidasi dan intervensi oleh jurnalis yang sedang melakukan tugas,” tutur Agung.
Agung melanjutkan, bahwa pihaknya akan melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan para alumni dan rekan – rekan LPM Se- Kota Medan lainnya guna membahas hal ini.