Ibu bilang Ranai harus kuat, Ranai harus tangguh,ibu bilang ibu selalu ada buat Ranai, tapi kali ini ibu bohong, Ranai sendiri untuk kesekian kalinya, ibu berjalan sendiri tanpa mengajak Ranai, menghilangkan jejak, meninggalkan rindu berkeping-keping.
October, masih sama rasanya dengan bulan-bulan yang lalu, masih sama sepinya, masih sama kelabunya. Sudah dua bulan malam malam Ranai dihantui dengan ketakutannya sendiri. Sebenarnya Ranai tidak masalah, dia sudah terbiasa kehilangan sebagian dirinya, tetapi kali ini rasanya dia sudah tidak kuat. Ranai bukan tipe orang yang bisa berbuka dengan masalahnya, dia maju paling depan untuk menguatkan orang lain, tetapi paling lemah untuk menguatkan diri sendiri.
“Nai, ada yang nyariin lo tuh”
“Lagi gapunya masalah sama orang”
“ih, liat dulu kayaknya penting. Cowo tuh ”
“lo aja ngaku gue ya”
“gila lo ya?!”
Dengan malas Ranai menghampiri cowo yang disebutkan Mahika tadi di depan kelasnya. Dia tidak tahu siapa cowo itu, tidak kenal, bahkan bertemu saja tidak pernah.
“lo Ranai ya?”
“ada apa ?”
“ini, buku lo jatuh”
Ranai terbelalak, dia langsung menggapai diary mliknya yang sangat-sangat berharag untuknya, bahkan orang terdekatnya pun gaboleh memegangnya, tetapi mengapa kali ini ada di tangan cowok bermata teduh ini.
“kok bisa sama lo?!, nggak lo baca kan?” Tanya Ranai bertubi tubi.
“kok lo marah sama gue sih, untung gue yang nemuin, bilang makasi kek jawab cowok itu.
“gajelas lo” jawab Ranai cepat.
“idih, lo lebih gajelas”
“makasih” ,
“wah bisa juga ya kalimat itu keluar dari mulut lo”
Ranai langsung masuk ke kelas lagi tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada cowok itu, bahkan menanyakan namanya pun tidak. Dia masih kesal kenapa diary nya bisa jatuh dan diambil oleh orang yang ga dikenal.
“ada apa nai?”Tanya Mahika
“gaada, lo kenal ka?” jawab Ranai
“namanya asa, cowo kelas 12A, pemain biola, anak pertama dari 3 bersaudara, sukak minum nescafe rasa original, makannya mie gemez aja kalau ke toserba” cerocos Mahika menjelaskan.
“lo pacarnya ya? Tanya Ranai gaminat
“waduh, gue kebanting sama fans-fansnya” jawab Mahika asal-asalan.
Ranai langsung menggelamkan wajahnya di meja kelasnya, tanpa mau tau siapa Asa itu, tapi dia bersyukur diary berharganya sudah kembali ke tangannya.
Sore ini Ranai tidak langsung pulang kerumah, dia tidak mau ingatan-ingatan menyedihkan itu menghantui pikirannya, alhasil atap sekolah adalah pilihan hatinya. Ranai duduk sendiri, hembusan angin bertiup menyusuri wajahnya yang senduh, tanpa disadari pipinya sudah dibasahi air matanya sendiri. Dia tidak tau kenapa dia bisa menangis. Kadang Ranai bertanya –tanya apakah Tuhan suka ketika dia menangis, tapi Ranai tidak suka, dia tidak suka bersedih, dia tidak suka kelihatan lemah. Di tengah tangisannya, dia mendengar sayup-sayup suara alat musik, dia pikir dia sendiri sore ini, tapi rasanya ada orang lain. Ranai celingak-celinguk melihat sekitar, dan tanpa di sengaja, mata mereka bertemu. Itu Asa cowo kemarin yang memulangkan diary nya, Ranai tidak tahu kapan cowok itu sudah duduk di sampingnya. Dia tidak suka keadaan ini dia lagi menangis, dia tidak suka menunjukkan kelemahannya di depan orang lain.
“gabakal gue tanya kok, lo kalau mau nangis nangis aja” kata Asa
Ranai hanya diam
“atau lo mau kopi?” tanya Asa basa-basi.
“apaansi, lo dari awal memang gajelas ya anaknya. Ngapain pakek duduk disini lagi ” jawab Ranai sewot.
“gue capek main biola, ya duduklah” jawab Asa tidak mau kalah.
Setelah itu mereka diam, tetapi tidak berapa lama, alunan musik merdu berbunyi,itu biola Asa, alunan biola yang dimainkan Asa sangatlah menenangkan, sampai-sampai Ranai menatapnya tanpa berkedip.
“duh, gue memang ganteng tapi jangan segitu ngeliatnya Nai”
“apaan lagi”
“oh ya, kita belum kenalan. Nama gue Asa, tambahin ganteng di belakangnya juga gue mau. Lo Ranai kan?”
“gausah sok asik”
“lo cantik-cantik marah mulu ya”
“suka-suka gue”
Setelah itu Ranai beranjak dari duduknya, dia masih merasa tidak nyaman Karena ada orang asing di dekatnya,apalagi melihat dia menangis. Tapi Ranai tidak membantah kalau alunan biola Asa sangat menenangkan hatinya.
“yah kok lo pulang sih, gue masi mau menunjukkan kemahiran gue nih”
“gaperlu”
“Ranai” panggil Asa
“apa”
“kalok lo butuh tempat cerita, atau apa pun, gue mau kok. Gue bukan sok asik, apalagi kalau kita baru kenal. Tapi gue tau, kalau kita cerita, terkadang lebih baik. Bahkan ke stranger sekalipun. ” Jelas Asa dengan senyuman menawannya.
Ranai hanya berdehem dan pergi meninggalkan Asa sendiri. Jujur baru kali ini ada seseorang yang menawarkan diri untuk mendengar ceritanya, tetapi dia tidak mau langsung percaya, karena terkadang orang hanya penasaran bukan membantu.
Hari demi hari, Ranai berusaha untuk mensuggesti dirinya untuk selalu bertahan. Sepeninggalan ibunya, Ranai menjadi gadis yang sensitif, tidak semangat, overthinking, sering menangis tanpa alasan yang jelas, bahkan sering berpikir bahwa dirinya tidak berguna. Dia tidak suka dirinya, karena dia tidak mengenal Ranai yang dulu, selalu semangat dan riang.
Sore ini, Ranai kembali ke atap sekolah, ntah mengapa naluri dan hatinya ingin dia kembali kesini. Antara ingin sendiri, atau ingin melihat Asa bermain biola lagi. Dan benar Asa sudah ada di kursi semalam yang mereka duduki sembari bermain biola dengan alunan yang menenangkan hati.
“Eh Nai cantik, uda disini aja”
“apaan si Nai,Nai kita gadeket”
“oh mau kita deket? Gue si mau aja”
“Asa!”
“iya iya, lo si marah-marah aja. Wahhh, baru kali ini gue denger lo manggil nama gue, kurang nama belakang nya tuh”
“apaan?”
“ganteng, kan gue bilang, nama gue Asa ganteng”
Tanpa disadarinya, ujung bibir Ranai naik sedikit memperlihatkan senyum manis nya.
“wah gila Nai, lo cantik banget kalok senyum, kenapa malah marah-marah aja kerjaan lo”
“diem lo sa”
“Asa” panggil Ranai
“haa?”
“lo ga penasaran kenapa gue nangis kemarin sore?, malah lo bacot sendirinya”
“bukannya gue ga penasaran, tapi gue gamau bikin lo ganyaman dengan pertanyaan gue yang belum tentu buat lo baik”
Ranai terpanah, ekspektasi nya tidak sejauh ini
“ lo pernah merasa ga berguna ga Sa?” tanya Ranai mulai bercerita
“ setiap orang pasti punya up dan down nya masing-masing, jadi jangan ngerasa bersalah kalau lo lagi ngerasain hal yang kayak gitu Nai”
“gue ngerasa sedih tiap hari, masalah bermunculan tanpa kendali gue. Gue paling depan ngeyakinin orang lain, tapi paling lemah nguatin diri sendiri, rasanya mau mati aja” tanpa disadari, air mata Ranai sudah berjatuhan.
Tanpa pikir panjang, Asa langsung memeluk Ranai. Dan menepuk-nepuk punggung Ranai mencoba menenangkannya.
“maaf,gue lancang Nai”
Ranai hanya terdiam.
“sebelumnya makasih ya uda mau cerita sama gue, walaupun notabene kita baru kenal. Nai, lo berharga. Dirilo lebih berharga dari apapun. Memang gamudah untu ngelawan masalah masalah yang ada, tapi semua kendali ada di tangan lo Nai, lo mau tetep kayakgini, atau lo mau berubah untuk Ranai yang lebih baik. Gue bukan mau menghakimi, tapi gue yakin lo bisa kok ngelewati semuanya, pelan pelan tapi pasti.
Ranai terdiam, menghayati kata kata Asa. Asa benar kendali ada di tangan Ranai, ini soal bagaimana dia menghadapinya. Berdiam diri atau melawannya. Dia juga yakin bahwa ada hikmah di balik semua kejadian ini.
“makasih ya asa, lo gak nge judge gue asal asalan, lo bener. Gue salah selama ini kayakmana gue ngadepin masalah –masalah ini”
“ngga salah Na, belum tepat aja”
Ranai tersenyum.
“gue pernah denger kalimat ini “Dari daftar orang-otrang yang kau sayangi dan anggap berarti, seringkali ada seseorang yang terlewati, dirimu sendiri”, bener bukan?, mulai sekarang lo harus prioritasin dirimu sendiri Nai, pelan-pelan tapi pasti. Jangan dengerin orang yang mikir lo nggak nggak, mental lo lebih penting dari apapun Nai.”
“iya sa, lo bener. Makasi ya Sa. Gasalah cerita sama lo, makasih banyak”
“sama sama Ranai Cantik, lo boleh cerita apapun sama gue kok, 24/7 buat lo”
“gombal lo”
“kan gapapa, usaha dikit-dikit”
Mulai hari ini, Ranai berjanji pada dirinya sendiri untu bisa berubah. Tidak terbelenggu dengan kesedihannya. Ibunya benar, Ranai harus kuat.