Medan | Neraca ─ Imbauan pemerintah untuk #DiRumahAja mengharuskan semua kalangan melakukan kegiatannya di rumah. Hal itu membuat popularitas platform online seperti aplikasi Zoom, meningkat tajam. Namun, ada bahaya yang mengintai ketika pakai aplikasi Zoom. Aksi itu dikenal dengan istilah Zoombombing.
Zoombombing merupakan serangan dan gangguan dari luar yang akan membajak video konferensi dengan mengirim gambar-gambar porno atau ujaran kebencian disertai ancaman. Banyaknya aksi Zoombombing membuat banyak pihak mempertanyakan kebijakan privasi aplikasi ini karena adanya penyelundup gelap bisa masuk ke rapat online dan membuat onar. Zoombombing juga sudah masuk ke Indonesia. Hal ini terjadi pada diskusi yang diselenggarakan Dewan Tekonlogi Informasi dan Komunikasi Nasional. Diskusi tersebut bertema “Kolaborasi Multistakeholders memerangi Hoax Disinformasi di Tengah Pandemi Covid-19”, yang diadakan pada Kamis (16/04/2020).
Aksi tersebut terjadi ketika Direktur Media Kernels Indonesia (Drone Emprit), Ismail Fahmi menjelaskan tentang analisa big data untuk pemetaaan di media sosial. Ketika itu berlangsung, sempat terjadi perubahan tampilan layar seperti proses coding. Setelah itu, terdengar pula suara batuk dari peserta diskusi yang ternyata berasal dari penyelundup gelap atau orang asing. Puncaknya, layar menampilkan adegan tidak senonoh yang dilakukan sesama pria asing. Kejadian itu berlangsung selama beberapa detik.
Setelah kejadian itu, Ismail sempat melanjutkan penjelasannya hingga selesai. Namun, dia sempat mengatakan agar tidak menggunakan Zoom agar kejadian serupa tidak terjadi di kemudian hari. Kejadian serupa juga terjadi di Singapura. Kementrian Pendidikan Singapura telah melarang para guru menggunakan aplikasi Zoom dalam proses belajar mengajar secara daring online. Keputusan itu diambil setelah terjadi insisden yang dianggap serius oleh pemerintah setempat. Salah satu insiden yang terjadi di kelas yang sedang melakukan pembelajaran lewat Zoom. Saat kelas berlangsung, seorang pria tak dikenal melakukan “Zoombombing”. Pria tak dikenal tersebut masuk ke kelas yang dilakukan lewat Zoom, sambil melontarkan cacian dan menampilkan gambar yang tak senonoh.
Ini bukanlah pertama kalinya aplikasi Zoom dilarang oleh pemerintah. Sebelumnya, Taiwan dan Jerman sudah lebih dulu membatasi penggunaan Zoom. Tak hanya pemerintah, Google pun melarang karyawannya untuk menginstal Zoom di komputer milik kantor. Hal tersebut juga berkenaan dengan masalah keamanan pada Zoom.
Masalah keamanan Zoom tak berhenti sampai di situ. Media teknologi Motherboard menemukan bahwa Zoom membocorkan alamat email dan foto pengguna kepada orang asing. Dikutip dari laman Motherboard, setidaknya banyak pengguna Zoom yang terkena dampaknya. Juru bicara Zoom mengatakan menghargai semua upaya untuk meningkatkan kesadaran dan cara terbaik untuk mencegah serangan semacam ini.
“Kami sangat sedih mendengar tentang insiden ini dan mengutuk pelaku tersebut,” ujarnya.
Manajemen Zoom mengatakan mulai secara aktif mendidik pengguna tentang bagaimana mereka dapat melindungi pertemuan mereka dan membantu mencegah insiden pelecehan tersebut kembali terjadi. Selain itu, Zoom juga berkomitmen transparan dalam menjalankan proses tersebut. Melansir laman kompas.com, salah satu upaya transparansi dengan hosting webinar mingguan untuk memperbarui pengguna tentang kemajuan perusahaan. Dalam waktu 90 hari, Zoom juga akan membekukan pembuatan fitur untuk memperbaiki maslah privasi dan keamanan aplikasi miliknya. (ADA)