BDUM ini digalakkan oleh BEM Polmed untuk membantu mahasiswa yang terkendala dari segi ekonomi. Dengan konsep Rp 5.000/mahasiswa dan harapan dapat terkumpul sejumlah Rp 50.000.000.
Dalam pertemuan antara LPM Neraca dan HMPS Teknik Mesin, pihak teknik mesin mengutarakan alasan di balik walk out pihak mereka dari progja BDUM ini. Mulai dari ketidakpercayaan terhadap kepengurusan BEM periode ini, hingga tidak setuju terhadap kutipan yang bersifat dipatokkan.
“Mengapa pengutipan BDUM ini harus dipatokkan? Secara dengan yang kita semua ketahui, kutipan itu berdasar pada prinsip sukarela,” ujar salah satu perwakilan HMPS Teknik Mesin saat dijumpai di gedungnya.
Setelah diluncurkannya progja ini oleh BEM, HMPS Teknik Mesin langsung bersuara perihal ketidaksetujuannya terhadap progja ini. Sebab sebelum progja ini diluncurkan, banyak permasalahan dalam kampus yang pada akhirnya kurang bisa ditangani oleh pihak BEM sendiri. Seperti kasus tidak adanya transparansi data yang jelas terkait keringanan UKT dan progja BDUM yang dinilai kurang menjelaskan secara detail serta tidak berdiskusi dengan KEMA. Belum lagi pihak BEM acapkali menolak untuk berdiskusi secara tatap muka yang sebelumnya diusulkan BEM secara daring, namun ditolak oleh HMPS Teknik Mesin dengan anggapan kurang efektif.
“Kami menuntut untuk berjumpa dengan pihak BEM. Jika pihak BEM tidak juga mau bertemu secara tatap muka dengan kami, maka kami dari HMPS Teknik Mesin akan memutuskan walk out dari seluruh progja BEM!” Tegas perwakilan HMPS Teknik Mesin.
Harapan dari HMPS Teknik Mesin adalah diberikannya satu kesempatan di mana pihak BEM Polmed mengadakan diskusi tatap muka untuk mendengar aspirasi mahasiswa agar menemui titik terang dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, mengingat bukan hanya HMPS Teknik Mesin yang menolak progja tersebut. (TM/AMP/YAI)