Medan | Neraca – UKM LPM Teropong Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) telah sukses menyelenggarakan Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut Nasional (PJTLN) di hari pertama, Sabtu (24/7/2021). Pelatihan ini dilaksanakan melalui aplikasi Zoom Cloud Meetings dan diikuti oleh 20 peserta yang berasal dari Persma seluruh Indonesia.
Kegiatan PJTLN ini mengusung tema “Jurnalisme Investigasi” serta menghadirkan dua pemateri yaitu Mustafa Silalahi yang berasal dari Majalah Tempo dan memegang jabatan sebagai Redaktur Utama dalam bidang Desk Hukum dan Kriminal, juga Era Purnama Sari yang berasal dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dan memegang jabatan sebagai Wakil Advokasi.
Saat acara berlangsung, Mustafa Silalahi membawakan materi seputar Sejarah Perkembangan Jurnalisme Investigasi. Dalam pembahasannya, ia menjelaskan bahwa Jurnalisme Investigasi adalah suatu peliputan yang berangkat dengan tuduhan/masalah/skandal. Namun, liputan investigasi sering dimirip-miripkan dengan indepth reporting yang pada kenyataannya sangat berbeda sekali.
“Perlu teman-teman ketahui, bahwasanya liputan investigasi dengan indepth reporting memiliki perbedaan. Jika liputan investigasi, kegiatannya adalah menelusuri hal-hal yang berkaitan dengan suatu kejadian. Lebih kepada mencari tuduhan yang berkenaan dengan kejadian tersebut, lalu diinvestigasi sampai terbukti. Cara mengetahui permasalahannya adalah menarik mundur diri kita sampai terjawab tuduhannya,” jelasnya.
Ia juga menambahkan, “Jika liputan indepth reporting lebih mendalam menjelaskan suatu kejadian yang mengacu pada pertanyaan ‘How, Why’ dan liputan indepth reporting menggambarkan secara utuh mengenai suatu kejadian.”
Berbeda dengan Era Purnama Sari yang membawakan materi seputar Etika dan Hukum Investigasi, ia menyampaikan bahwa pelanggaran etika disebut juga dengan pelanggaran moral. Selain itu, setiap profesi yang dijalankan pasti mempunyai etika. Seperti ia, pengacara mempunyai kode etik untuk menjaga kehormatan profesinya begitu juga jurnalistik mempunyai kode etik jurnalistik.
Namun, dalam beberapa kasus yang ditemui pada jurnalis ketika melakukan peliputan di lapangan tidak bisa asal dihukum, karena ada UU Pers. Apalagi jika terdapat sekumpulan orang yang menghalang-halangi kinerja jurnalis di lapangan, seperti adanya perampasan alat-alat peliputan yang membuat jurnalis tersebut tidak bisa meliput. Maka, sekumpulan orang tersebut bisa terkena Pasal 18 ayat 1 UU Pers No.40 Tahun 1999 dan bisa dilaporkan ke polisi, walaupun pastinya perlu proses tindaklanjut yang sangat panjang.
Adapun bunyi Pasal 18 ayat 1 UU Pers No.40 Tahun 1999 yaitu: “Pasal 18 ayat 1 Undang-undang No.40 tahun 1999 tentang Pers (UU 40/1999) mengatur tentang ancaman pidana yaitu setiap orang yang melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan (3) dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp.500.000.000,-(lima ratus juta rupiah), adapun dalam Pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi dan dalam Pasal 4 ayat (4) disebutkan dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan umum, wartawan mempunyai hak tolak.”
Setelah selesai penyampaian materi dan sesi tanya jawab, Mustafa Silalahi memberikan motivasi kepada peserta PJTLN, katanya, “Menjadi seorang jurnalis adalah sebuah proses yang tidak pernah berhenti. Kita akan diminta untuk terus belajar dan belajar. Belajar dari pengamen di jalanan, pedagang kaki lima dan paling penting belajarlah untuk terus rendah hati terhadap sesama.” (MII)