Penulis: Angga Pratama
Ekonomi merupakan salah satu aspek kehidupan yang tidak dapat kita pisahkan dari masyarakat. Di dalamnya mengandung kajian-kajian yang berkaitan dengan bagaimana cara hidup seseorang untuk mendapatkan dan memenuhi kehidupan sehari-harinya yang kemudian dikaji secara serius ketika dihadapkan pada perkembangan yang semakin dinamis, termasuk tuntutan dari masyarakat untuk mendapatkan akses dan jaminan di dalam dunia ekonomi. Para ekonom tidak jarang melakukan berbagai survey atau menciptakan berbagai macam teori yang bertujuan untuk mendapatkan bentuk “ideal” di dalam perekonomian sehingga “diharapkan” aktivitas perekonomian di suatu wilayah dapat berjalan dengan semestinya. Terlalu banyaknya konsep perekonomian hingga metodologis untuk melakukan analisa ekonomi sering kali menimbulkan beberapa masalah yang substansial, biasanya hal ini terjadi di masa awal penerapan suatu konsep perekonomian sehingga tidak jarang menimbulkan shock di dalam masyarakat dan menurunkan laju pertumbuhan perekonomian di suatu wilayah. Akan tetapi, salah satu aspek yang sering kali kita temukan di dalam berbagai sistem perekonomian adalah “insentif” yang selalu menjadi cara untuk meningkatkan aktivitas ekonomi atau sekedar memberikan “value” penting ketika terjadi suatu pelanggaran atau pencapaian selama aktivitas perekonomian berlangsung, khususnya pada bidang produksi. Seperti yang dikatakan oleh Steven D. Levitt dan Stephen J. Dubner (2005) bahwa insentif adalah kunci untuk memahami perilaku manusia. Lantas apakah “insentif” dapat menjadi pijakan baru di dalam analisa perekonomian?
Freakeconomics yang Terlalu Naif
Freakeconomics dapat kita pahami dalam dua konteks, yaitu sebagai sebuah judul buku dan sebagai konsep di dalam perkeonomian. Untuk yang pertama, tentu saja kita tidak akan membahasnya di sini dan kita akan lebih fokus membahas freakeconomics sebagai salah satu konsep di dalam perekonomian. Pada dasarnya, freakeconomics mencoba untuk membuat lompatan bahasan yang berbeda dari kajian-kajian umum yang ada di dalam bidang ekonomi di mana konsep ini fokus pada hal-hal seperti kejahatan, pendidikan, anak, dan aborsi. Konsep ini mencoba mendekati beberapa fenomena ekonomi dari kacamata yang berbeda dengan mengangkat pendekatan interdisipliner sehingga diharapkan mampu untuk memicu kemampuan berpikir kreatif para pembaca. Keyakinan ini tentu didukung oleh suatu anggapan yang dipercayai oleh pencetusnya—Levitt dan Dubner—bahwa kajian atau analisa dasar di dalam ilmu ekonomi tradisional mampu untuk menjawab fenomena interdisipliner tersebut yang tentu saja menandakan bahwa ilmu ekonomi dianggap menjadi suatu “ramuan baru” atau “sapu jagat” untuk mengatasi dan mengkaji berbagai fenomena yang lebih luas dari sebelumnya.
Keluasan bukanlah sebuah hal yang perlu kita anggap sebagai kemajuan, tentu ada beberapa hal yang mungkin menimbulkan kekeliruan di dalam luasnya suatu kajian. Jika ilmu ekonomi dipaksa untuk mengkaji beberapa fenomena interdisipliner yang memiliki perbedaan ontologi maka ada kemungkinan untuk menimbulkan kekeliruan dan ketidakmampuan untuk mengontrol acuan-acuan ekonomi yang lebih medasar, misalnya ada perbedaan ontologis di dalam ekonomi dan kejahatan, di mana kejahatan berakar pada ambisi, kecerdasan, atau optimisme yang seseorang miliki. Jika ilmu ekonomi mencoba untuk mengkaji hal tersebut, maka secara tidak langsung ilmu ekonomi akan terus terjebak di dalam jurang ekonomi neo-klasik yang sering kali menimbulkan permasalahan terkait objektivitas, di mana para pendukung ekonomi neo-klasik sering kali mencipatakan pseudo-objectivity yang terus memetakan “kelogisan” ilmu ekonomi di tengah pergulatan psikologis konsumen yang bersifat tidak pasti.
Pertentangan yang terjadi antara ekonomi klasik dan neo-klasik dapat menimbulkan kerancuan implementasi konsep freakeconomics di mana keduanya memiliki dasar yang berbeda—yang pertama lebih substansialis dan yang terakhir lebih utilitaris. Akibatnya, freakeconomics yang hendak menciptakan pendekatan yang lebih ideal dengan menerapkan konsep tradisional ekonomi terhadap fenomena interdisipliner cenderung terjebak pada konsep psikologis atau utilitas dalam ilmu ekonomi neo-klasik, sehingga konsep freakeconomics dapat dianggap tidak mampu untuk menyentuh permasalahan utama dalam ilmu ekonomi dan terkesan hanya retorika yang berfungsi sebagai pelipur lara.
Konstruksi Kolonial dalam Freakeconomics
Kejahatan seperti apa yang dikaji? Siapa pelaku kejahatannya? Bagaimana kejahatan itu terjadi? Kenapa kejahatan tersebut terjadi pada kelompok tertentu? Beberapa pertanyaan tersebut mungkin akan mampi di dalam pikiran kita ketika mencoba untuk memaham konsep freakeconomics. Kita harus memahami bahwa kejahatan yang terjadi disebabkan oleh kesenjangan sosial dan didominasi oleh para pelaku dari kelas bawah atau yang tertindas. Padahal kejahatan yang sesungguhnya tidak melulu berasal atau bersumber dari kelas bawah atau yang tertindas, bahkan kejahatan sering kali bersumber dari kelas atas atau kelas yang melabeli diri mereka sebagai kelas yang paling bermoral atau taat hukum. Kita tidak dapat menghindari bahwa ada supremasi kulit putih yang cukup kental ketika kajian-kajian kejahatan yang berkaitan dengan perekonomian, khususnya terkait pendekatan insentif yang dititikberatkan dalam freakeconomics yang akhirnya menutupi kecenderungan analisa kejahatan yang dapat dilakukan oleh ras kulit putih. Kejahatan yang coba dikaji akan memberatkan sebagian masyarakat yang termasuk ke dalam kelas bawah atau kelompok marjinal, di mana sumber aktivitas kejahatan akan selalu diatribusikan kepada mereka yang tidak memiliki daya dan hanya memperjuangkan hak-hak dasar mereka agar dapat bertahan hidup, misalnya dalam kasus para anggota serikat buruh yang tidak jarang dikriminalisasi oleh aparat atau barisan kemananan negara dengan tuduhan penggunaan senjata tajam, anarkis, atau pengrusakan properti. Jika freakeconomics mencoba untuk menganalisa penyebab atau tendensi psikologis seseorang dalam melakukan sesuatu, maka konsep tersebut secara membabi buta menutup mata terhadap sistem kapitalisme yang pada dasarnya menjadi penyebab utama kesenjangan dan ketidaksetaraan yang berujung pada kekerasan dan kejahatan.
Seperti dua sisi mata uang, freakeconomics bertendensi menjadi cara baru untuk melanggengkan kolonialisme modern dengan menitikberatkan dan mengerucutkan sumber kejahatan yang hanya dilihat timbul dari kelas bawah atau kelompok marjinal. Konsep ini tidak menyasar secara akurat kejahatan seperti apa yang seharusnya dikaji dan dianggap sebagai penyebab utama dari semua kejahatan-kejahatan turunan yang timbul setelahnya. Misalnya, ketika suatu pemerintah menetapkan peraturan baru terkait penurunan upah lembur yang akan berpotensi menurunkan pendapatan para pekerja, maka tidak jarang hal ini dapat menimbulkan permasalahan perekonomian di mana para pekerja akan mengalami masalah yang serius untuk memenuhi kebutuhan mereka setiap bulannya, yang biasanya dapat memicu persaingan di antara para pekerja dan para pemilik perusahaan—mogok kerja, pencurian aset, perkelahian, atau eksploitasi. Hal ini akan berakhir dengan mempersekusi para pekerja yang sesungguhnya menjadi korban dari kejahatan dan diskiriminasi peraturan yang dibuat oleh pemerintah untuk memenuhi tuntutan dan kepentingan para kapitalis atau aktivitas kolonialisme modern.
Apakah Freakeconomics Bermanfaat?
Tentu, meski pada akhirnya kita tidak bisa menggunakannya sebagai konsep utama untuk mengkaji berbagai fenomena ekonomi, namun kita bisa menggunakannya sebagai salah satu alternatif menelusuri kejahatan dan berbagai fenomena interdisipliner yang turut mempengaruhi ilmu ekonomi atau aktivitas ekonomi. Sebagai catatan, kita perlu memahami bahwa pengungkapan sumber utama suatu fenomena interdisipliner yang menyumbangkan masalah di dalam ilmu ekonomi, termasuk kejatahan, belum berhasil menyentuh akar permasalahannya di dalam struktur masyarakat. Misalnya insentif, berbagai jenis insentif di masing-masing disiplin ilmu secara moral atau sosial pada dasarnya hanyalah fenomena yang bersifat permukaan dan tidak memberikan penekanan yang begitu kuat untuk menentukan atau memahami kecenderungan perilaku seseorang. Akibatnya, masalah utama pada bidang ekonomi tidak berhasil disentuh dan terkesan hanya ditutup-tutupi oleh kajian permukaan agar masalah utama yang ada di dalam ekonomi tidak terselesaikan dan bertransformasi menjadi lebih kuat dan menghindari pendeteksian dini oleh metode atau konsep ekonomi yang lebih kritis. Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa insentif bukanlah suatu pijakan yang begitu menjanjikan untuk menyelesaikan masalah perekonomian secara menyeluruh, lebih jauh lagi permasalahan perekonomian selalu melibatkan akumulasi dan eksploitasi secara terus-menerus, khususnya dalam kapitalisme.
Referensi:
The Economist. (2024). Why “Freakonomics” failed to transform economics. https://www.economist.com/finance-and-economics/2024/03/21/why-freakonomics-failed-to-transform-economics
Levitt, Steven D., & Stephen J. Dubner. (2009). Freakeconomics. Perfectbound
Mbembe, Achille. (2019). Necropolitics. Duke University Press