Medan | Neraca — Tim Program Kreativitas Mahasiswa – Karsa Cipta (PKM-KC) dari Politeknik Negeri Medan (Polmed) meluncurkan alat pendeteksi banjir berbasis Internet of Things (IoT) bernama PeBaDain. Alat ini menargetkan masyarakat umum, terutama yang tinggal di daerah rawan banjir. Berbeda dengan alat serupa yang sudah ada, PeBaDain hadir dengan fitur unggulan, yakni pengisian daya menggunakan tenaga surya dan notifikasi langsung melalui aplikasi mobile, menjanjikan peringatan dini yang lebih efisien dan cepat.
Tim PKM-KC Polmed terdiri dari lima mahasiswa, Timothy Simanjuntak sebagai ketua tim, Alkartoubi Alivankar, Zhieshela Pakpahan, Chatrin Chohety C. Habeahan, dan Erwin Derianto Siagian. Mereka dibimbing oleh dosen pendamping, Nicodemus Firman River Hutabarat, S.T., M.T. Fungsi utama PeBaDain adalah melakukan pemantauan ketinggian air secara real-time, dengan tingkat peringatan dari level aman, waspada, hingga bahaya. Saat ini, tim berencana menambahkan fitur alarm suara untuk notifikasi pada level bahaya, di samping notifikasi pesan.
Secara teknis, PeBaDain dirancang dengan fitur pembeda yang menarik. “Kami merancang alat ini agar dapat diisi dayanya menggunakan tenaga surya dan dilengkapi dengan baterai internal,” jelas Alkartoubi Alivankar, salah satu anggota Tim PKM-KC Polmed. Dengan daya cadangan baterai sekitar 800 mAh hingga 1000 mAh tergantung tipe, alat ini dapat terus berfungsi meskipun tidak ada sinar matahari. Pembeda utama lainnya adalah integrasi IoT data dari alat dikirim ke cloud melalui koneksi WiFi, lalu diteruskan ke aplikasi mobile. Sensor ultrasonik dan komponen penting lainnya juga telah dipastikan memiliki sertifikasi dan teruji anti air. “Jika sudah mencapai tanda bahaya dan alat itu tenggelam, dipastikan aman,” tambahnya.
PeBaDain dirancang untuk dua fokus lokasi penempatan di pinggir sungai dengan batas bahaya rata-rata 2,5 meter, dan di parit atau selokan dekat rumah warga. Penempatan di selokan ini sejalan dengan target awal tim. “Pendeteksi banjir biasanya dimiliki oleh badan-badan besar dengan biaya tinggi, sehingga tidak semua masyarakat dapat membelinya,” ujarnya. “Tujuan kami adalah membuat alat ini berfitur lengkap dan terkesan canggih, namun tetap terjangkau oleh masyarakat.” Tim menawarkan dua tipe alat yang dibedakan berdasarkan ukuran. Keduanya dipastikan dijual dengan harga terjangkau, yaitu di bawah Rp500.000 per unit.
Penggunaan alat ini cukup mudah. Konsumen hanya perlu mengunduh aplikasi “PeBaDain”, memasukkan nomor seri produk, login, dan menyambungkan alat ke jaringan WiFi yang sama dengan ponsel. Aplikasi PeBaDain sendiri dilengkapi berbagai fitur, antara lain tampilan jam dan perkiraan cuaca, feedback, fitur monitoring banjir yang menampilkan status bahaya terkini secara real-time, fitur Lapor Kejadian, dan Kontak Darurat. Meskipun saat ini masih bergantung pada koneksi WiFi, tim menyadari kelemahannya saat terjadi mati lampu. Ke depan, mereka berencana menambahkan jaringan GSM atau data seluler untuk menjamin notifikasi tetap terkirim.
Alat ini dikembangkan menggunakan modul ESP32 sebagai otak yang mengontrol semua komponen. Komponen penting lainnya termasuk sensor ultrasonik (pengukur ketinggian air), sensor hujan (pendeteksi curah hujan), modul baterai, dan panel surya. “Harapannya, alat ini bisa berguna bagi masyarakat,” tutup mereka.
Motivasi utama tim adalah membantu warga yang kesulitan atau yang sering terkena banjir agar memiliki waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri atau mengevakuasi barang-barang berharga. Alat ini diharapkan dapat dijangkau oleh semua kalangan, dari tingkat menengah ke bawah hingga ke atas, sebagai langkah antisipasi bencana banjir.




