Artikel ini diitulis oleh: Euodia Evelyn
Dua cara berbeda dalam menjalin hubungan dapat menimbulkan situasi yang rumit. Ketika seseorang yang cenderung menghindari kedekatan bertemu dengan seseorang yang merasa cemas saat sendirian, hubungan tersebut sering kali diwarnai oleh tarik-ulur antara keinginan untuk mendekat dan keinginan untuk menjauh. Ini bukan sekadar tentang bagaimana seseorang bertindak, melainkan bagian dari pola psikologis yang lebih dalam, yang dimulai sejak masa kanak-kanak dan berlanjut hingga dewasa.
Gaya Keterikatan dan Dampaknya pada Hubungan
Psikolog John Bowlby dan Mary Ainsworth merupakan tokoh utama dalam teori keterikatan (attachment theory). Teori ini menjelaskan bagaimana pengalaman awal seseorang dengan pengasuh membentuk pola keterikatan yang akan tercermin dalam hubungan di masa dewasa. Pada orang dewasa, pola tersebut terbagi menjadi tiga kategori utama secure (aman), anxious (cemas), dan avoidant (penghindar).
Sebuah tinjauan terhadap 73 studi yang melibatkan lebih dari 21.000 orang menemukan bahwa baik kecemasan maupun penghindaran dalam keterikatan dapat merusak kualitas hubungan. Orang dengan tingkat penghindaran tinggi sering kali kesulitan memberikan dukungan emosional dan menjaga kedekatan, sementara mereka yang memiliki tingkat kecemasan tinggi cenderung mengalami lebih banyak konflik dan rasa tidak aman dalam hubungan (Li & Chan, European Journal of Social Psychology, 2012, OUCI).
Studi lain yang dipublikasikan di Frontiers in Psychology menemukan bahwa efek dari penghindaran terhadap kepuasan hubungan dapat semakin kuat jika pasangan memiliki tingkat kecemasan tinggi. Artinya, interaksi antara dua gaya keterikatan yang berbeda dapat memperburuk persepsi terhadap keintiman dan kepercayaan dalam hubungan (Overall & Lemay, 2021, PMC).
Karakteristik Kecemasan dan Penghindaran
Individu dengan gaya keterikatan cemas (anxious attachment) sering kali merasa tidak yakin terhadap komitmen dan kesetiaan pasangannya. Mereka membutuhkan kepastian berulang bahwa pasangannya mencintai dan akan tetap bersama mereka agar merasa aman.
Sebaliknya, individu dengan gaya keterikatan penghindar (avoidant attachment) cenderung tidak nyaman dengan kedekatan emosional yang terlalu intens. Mereka memandang kemandirian sebagai hal penting dan sering menjauh ketika situasi menjadi terlalu emosional atau menekan.
Menurut Simply Psychology, perbedaan ini menyebabkan pola komunikasi yang sulit. Orang dengan gaya cemas cenderung mendekat dan menuntut kejelasan, sementara penghindar cenderung menjauh ketika situasi emosional memanas (SimplyPsychology.org).
Penelitian dari Journal of Social and Personal Relationships menyebut bahwa individu penghindar lebih mungkin terlibat dalam perilaku penarikan diri (disengagement), terutama ketika pasangannya memiliki tingkat kecemasan tinggi. Kombinasi ini sering menimbulkan siklus ketegangan di mana satu pihak mengejar dan pihak lain menghindar (Feeney & Noller, 2016, PubMed).
Mengapa Kombinasi Kecemasan dan Penghindaran Menjadi Tantangan
Ketika seseorang yang penghindar menjalin hubungan dengan seseorang yang cemas, keduanya memiliki cara berbeda dalam menghadapi emosi. Individu yang cemas membutuhkan kenyamanan dan kedekatan, sedangkan individu penghindar justru menarik diri ketika menghadapi hal tersebut.
Hal ini menciptakan siklus di mana satu pihak terus berusaha mendekat, sementara pihak lainnya semakin menjauh. Riset dari Frontiers in Psychology menunjukkan bahwa pasangan dengan kombinasi seperti ini cenderung memiliki tingkat kepuasan hubungan yang lebih rendah dibanding pasangan dengan gaya keterikatan aman. Ketegangan ini sering kali bukan karena kurangnya cinta, melainkan karena perbedaan cara memaknai kedekatan dan kemandirian.
Selain itu, penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Family Psychology menemukan bahwa pasangan dengan gaya keterikatan campuran lebih rentan terhadap miskomunikasi dan konflik yang tidak terselesaikan. Mereka juga lebih sulit memperbaiki hubungan setelah pertengkaran karena salah satu pihak cenderung menarik diri, sementara pihak lain terus menuntut penyelesaian segera.
Relevansi untuk Mahasiswa dan Lingkungan Kampus
Dalam kehidupan kampus, memahami gaya keterikatan emosional menjadi hal penting karena berpengaruh terhadap cara seseorang berinteraksi dalam kelompok, organisasi, maupun hubungan pribadi.
Mahasiswa yang aktif di organisasi, misalnya, sering dihadapkan pada tenggat waktu dan kerja sama tim. Seseorang dengan gaya keterikatan penghindar mungkin tampak tenang dan rasional, tetapi bisa saja sedang menekan kebutuhan emosionalnya. Sebaliknya, seseorang dengan gaya keterikatan cemas bisa terlihat ekspresif atau banyak bicara, namun mudah merasa stres saat merasa diabaikan atau tidak didengarkan.
The Conversation (2023) menyebutkan bahwa mengenali pola keterikatan diri sendiri dan orang lain dapat membantu seseorang membangun empati dan pola komunikasi yang lebih efektif di lingkungan akademik maupun personal. Dengan kesadaran ini, mahasiswa dapat belajar menyeimbangkan kebutuhan pribadi dan profesional tanpa mengorbankan kesehatan emosional.
Menuju Hubungan yang Lebih Sehat
Mengetahui mengapa Anda bertindak seperti itu dapat membantu Anda memilih cara merespons daripada hanya bereaksi. Orang yang merasa cemas dapat mencoba untuk berlatih menunda sebelum membutuhkan kebutuhan akan kepastian instan, dan mereka yang menghindari dapat berusaha untuk terbuka tanpa merasa takut. Ini bukanlah sesuatu yang terjadi dengan cepat, tetapi dapat membaik melalui percakapan jujur, refleksi diri, atau bahkan menulis di jurnal untuk merenungkan diri sendiri.
Tidak ada gaya keterikatan yang sepenuhnya “salah”. Namun, kesadaran diri merupakan langkah pertama untuk membangun hubungan yang lebih sehat.
Penelitian dalam Journal of Personality and Social Psychology menunjukkan bahwa responsivitas pasangan, yakni kemampuan memahami dan menenangkan kebutuhan emosional pasangan, dapat mengurangi dampak negatif dari gaya keterikatan yang tidak aman.
Mengetahui alasan di balik perilaku sendiri, membantu seseorang untuk merespons, bukan bereaksi. Orang yang merasa cemas dapat mencoba untuk berlatih menunda kebutuhan akan kepastian instan, dan mereka yang penghindar dapat berusaha untuk terbuka tanpa merasa takut. Proses ini bukanlah sesuatu yang terjadi dengan cepat, tetapi dapat membaik melalui komunikasi jujur, refleksi diri, atau bahkan menulis di jurnal untuk merenungkan diri sendiri.
Ketika Perbedaan Bisa Menemukan Titik Temu
Ketika seseorang dengan gaya keterikatan penghindar bertemu dengan pasangan bergaya cemas, hubungan mereka mungkin diwarnai naik-turun emosi. Namun, penelitian menunjukkan bahwa hal ini tidak selalu berakhir buruk.
Jika kedua pihak bersedia belajar, terbuka, dan berusaha memahami cara berpikir serta perasaan satu sama lain, hubungan tersebut dapat tumbuh menjadi ruang yang aman, tempat di mana kedekatan dan kemandirian bisa berjalan berdampingan.
Dalam dunia yang serba cepat seperti lingkungan kampus, belajar tentang cara mencintai dan dicintai bukan hanya soal romansa, tetapi juga bagian dari proses menjadi individu yang lebih matang secara emosional.
Referensi:
https://ouci.dntb.gov.ua/en/works/7nJaPqy7/
https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC8336265/
https://www.simplypsychology.org/anxious-vs-avoidant-attachment.html