Medan | Neraca – Kamis, 7 Agustus 2025, Hakim Pengadilan Militer 1-02 Medan dalam ruang sidang Sisinga Maharaja XII menjatuhkan hukuman 2,5 tahun penjara terhadap dua terdakwa anggota TNI, Serka Darmen Hutabarat dan Serda Hendra Franciso Manalu, dalam perkara penembakan yang menewaskan seorang siswa kelas 2 SMP berinisial MAF (Muhammad Alfath Hariski) di Kabupaten Serdang Bedagai.
Persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Letkol Djunaedi Iskandar, dihadiri oleh keluarga korban yakni, Fitriyani selaku ibu kandung korban, ketiga abang kandung korban, tante korban, dan tiga orang mahasiswa Politeknik Negeri Medan. Serta teman terdakwa dari kesatuan Kodim 0204/Deli Serdang, abang terdakwa, dan lima orang jurnalis atau awak media.
Pada pukul 10.00 WIB, persidangan dimulai dengan pembacaan barang bukti, kronologi kejadian, hasil otopsi, serta keterangan para saksi baik di persidangan maupun keterangan BAP (Badan Acara Pemeriksaan) di Pomdam I/Bukit Barisan. Dari hasil otopsi, terdapat dua luka tembak yakni di punggung sebelah kiri dan dada sebelah kanan, serta luka memar di pipi, luka di kaki, dan jari kelingking kanan yang patah. Salah satu abang kandung korban Muhammad Ilham, menyatakan bahwa keluarga korban sebelumnya tidak mengetahui hasil autopsi tersebut.
Persidangan berjalan kurang lebih dua jam lamanya hingga akhirnya pembacaan hasil putusan dilakukan. Majelis Hakim berpendapat bahwa para terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindakan pidana: ”Melakukan Kekerasan Terhadap Anak yang Mengakibatkan Mati yang Dilakukan Secara Bersama-sama” sebagaimana diatur dalam Pasal 76c Jo Pasal 80 Ayat (3) Undang-undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP Jo Pasal 26 KUHPM.
Dengan rincian, Serka Darmen Hutabarat dijatuhi vonis 2 tahun 5 bulan penjara dikurangi masa tahanan, denda sebesar Rp200 juta, apabila tidak dibayarkan diganti dengan kurungan 1 bulan penjara, dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer. Begitu pula Serda Hendra Fransisco Manalu, dijatuhi vonis 2 tahun 5 bulan penjara dikurangi masa tahanan, denda Rp200 juta, apabila tidak dibayarkan diganti dengan kurungan 1 bulan penjara, dan pidana tambahan dipecat dari dinas militer.
Hasil vonis yang sangat ringan tentu saja memicu rasa kecewa dan protes dari keluarga korban. Fitriyani selaku ibu kandung korban, histeris saat mendengar vonis hakim terhadap terdakwa. Sementara Muhammad Ilham abang kandung korban segera berdiri dari bangku pengunjung dan berteriak, mempertanyakan mengapa warga sipil yang turut serta dengan pelaku divonis 4 tahun penjara sedangkan pelaku utama hanya dihukum 2,5 tahun penjara. Bonaerges Marbun teman abang kandung korban serta presiden mahasiwa POLMED juga turut menyampaikan rasa keberatan dengan cara mengibarkan bendera One Piece yang berarti melawan ketidakadilan.
Penyampaian protes ini berakhir dengan buruk, baik Muhammad Ilham dan Bonaerges Marbun mendapatkan kekerasan dari aparat TNI. Bonaerges Marbun ditarik ke dalam ruangan sel tahanan terdakwa dengan delapan aparat TNI ikut bersamanya, dengan posisi enam orang menutupi sel tahanan terdakwa dan dua orang memukuli Bonaerges, yang mengakibatkan terdapat memar di leher belakang, punggung kiri, dan kaki. Sedangkan Muhammad Ilham dipiting dan ditarik bajunya oleh aparat TNI serta mendapat luka cakaran dan memar di perut sebelah kanan.



Muhammad Ilham berpendapat bahwa kekerasan yang dilakukan oleh aparat TNI terhadap dirinya dan Bonaerges Marbun sangatlah tidak mencerminkan sikap prajurit TNI yang sepantasnya, mengingat ia hanyalah meminta keadilan namun malah mendapatkan kekerasan.
Tak hanya vonis yang sangat ringan, Muhammad Ilham juga menilai jika persidangan yang telah dilakukan sebanyak 26 kali jauh dari kata adil dan transparan. Hal ini membuat keluarga masih mengupayakan mengajukan banding, namun upaya aju banding hanya bisa dilakukan oleh Oditur Militer, Mayor Tecki, sebagai penuntut hukum.
Mengingat tuntutan dari Oditur dari awal sangat rendah yakni 18 bulan penjara terhadap Serka Darmen Hutabarat dan 12 bulan terhadap Serda Hendra Fransisco Manalu. Hal ini membuat keluarga korban merasa pesimis jika Oditur Militer mau melakukan aju banding dikarenakan tuntutan dari Oditur sudah tercapai. (ACN)