
Medan | Neraca – Pemerintah Indonesia secara resmi menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran di Institusi Pendidikan. Kebijakan ini bertujuan menyesuaikan keterbatasan anggaran negara dengan kebutuhan akademik dan operasional lembaga pendidikan. Namun, implementasi kebijakan ini menuai respons beragam, terutama dari kalangan mahasiswa Politeknik Negeri Medan (Polmed) yang terdampak langsung oleh perubahan sistem pembelajaran dari luring (tatap muka) menjadi daring (online).
Inpres tersebut ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, pada 22 Januari 2025. Dengan penandatanganan tersebut, Inpres dinyatakan berlaku efektif pada tanggal yang sama. Kebijakan ini mengatur langkah-langkah penghematan dalam pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025, termasuk pemangkasan sejumlah pos anggaran pendidikan sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Nomor S-37/MK.02/2025 yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati.
Sebagai bentuk respons atas kebijakan ini, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Politeknik Negeri Medan menggelar survei untuk mengetahui pandangan mahasiswa terkait pengalihan sistem pembelajaran. Survei tersebut diikuti oleh 629 responden, dengan hasil yang menunjukkan bahwa sebanyak 71,1% mahasiswa menyatakan tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Sementara itu, hanya 28,9% responden yang mendukung keputusan pemerintah. Dalam survei tersebut, mahasiswa juga diminta menyampaikan alasan di balik pilihan mereka.
Bagi mahasiswa yang menyetujui kebijakan pembelajaran daring, beberapa alasan yang disampaikan antara lain adalah kemudahan bagi mahasiswa yang berdomisili di luar kota, penghematan biaya transportasi, peningkatan literasi digital, fleksibilitas waktu, serta kesempatan lebih banyak untuk berkumpul bersama keluarga.
Namun, mayoritas mahasiswa yang menolak kebijakan ini menyampaikan sejumlah alasan yang dinilai krusial. Mereka menilai bahwa pelaksanaan praktik di bengkel dan laboratorium teknik menjadi sangat tidak efektif apabila dilakukan secara daring. Selain itu, mahasiswa tidak dapat memanfaatkan fasilitas kampus secara optimal. Banyak mahasiswa juga mengaku kesulitan memahami materi pembelajaran secara online, harus mengeluarkan biaya tambahan untuk membeli paket data internet, serta mengalami hambatan akses jaringan, terutama bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil. Kebijakan ini juga dinilai berpotensi memperlebar kesenjangan akses pendidikan, menurunkan kualitas praktik kejuruan, mengurangi interaksi sosial, serta menimbulkan gangguan konsentrasi dan penurunan motivasi belajar.
Kondisi ini memicu munculnya tuntutan dari mahasiswa. Bersama dengan hasil survei ini, mahasiswa Politeknik Negeri Medan turut menyampaikan aspirasi melalui surat resmi yang disampaikan pada Kamis, 27 Maret 2025. Surat tersebut berisi tuntutan terkait pelaksanaan pembelajaran daring pada minggu ke-9 sampai minggu ke-12, sebagai berikut:
1. Bagi seluruh mahasiswa yang mengikuti pembelajaran praktik bengkel/laboratorium, kegiatan pembelajaran tidak diperkenankan dilakukan secara daring.
2. Jika sistem daring tetap diberlakukan, mahasiswa meminta agar diberikan perpanjangan batas waktu (deadline) pengumpulan tugas.
3. Pembelajaran daring harus dilaksanakan tepat waktu, baik oleh mahasiswa maupun dosen, sesuai dengan jadwal perkuliahan yang telah ditetapkan.
4. Kegiatan pembelajaran tidak diperbolehkan dilakukan pada hari libur, termasuk hari Sabtu dan Minggu.
Kebijakan efisiensi anggaran ini menimbulkan dilema yang tidak sederhana. Di satu sisi, langkah penghematan anggaran negara menjadi kebutuhan mendesak. Namun di sisi lain, kebijakan ini dinilai berisiko menurunkan kualitas pendidikan dan berdampak langsung pada proses pembelajaran mahasiswa.
Politeknik Negeri Medan diharapkan dapat mengambil langkah strategis untuk mencari solusi yang lebih seimbang, sehingga efisiensi anggaran dapat tercapai tanpa mengorbankan kualitas pendidikan. Sebab, mahasiswa bukan sekadar angka dalam laporan keuangan negara, melainkan aset masa depan bangsa yang membutuhkan akses pendidikan yang berkualitas dan berkelanjutan. (THA)