Sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kita pastinya belajar tentang kekayaan alam Indonesia. Tanah Indonesia yang subur menjadikan kekayaan alam Indonesia diakui oleh dunia. Mulai dari kekayaan tambang, laut, sampai kekayaan hutan. Kita pastinya tahu Indonesia menyumbangkan setidaknya 30-40% sebagai paru-paru dunia. Hal ini tidak lepas dari banyaknya hutan tropis dan hutan hujan yang ada Indonesia. Ini merupakan suatu pencapain yang besar bagi Indonesia di dalam mendukung keseimbangan alam. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini laju kehilangan hutan di Indonesia begitu cepat. Hal ini dikarenakan banyaknya pengubahan lahan hutan menjadi area perkebunan yang menjadi komoditas saat ini yaitu kelapa sawit. Bukan rahasia umum lagi, bahwa kelapa sawit di Indonesia sangatlah luas dan sangat banyak menyumbangkan hasil kelapa sawit ke berbagai produk yang terbuat dari kelapa sawit. Kebanyakan lahan sawit yang ada di Indonesia berada di pulau Sumatera dan Kalimantan.
Kita tahu juga Sumatera dan Kalimantan juga banyak memiliki lahan gambut yang sangat mudah terbakar. Jika dihubungkan antara kelapa sawit dan gambut sangatlah berkorelasi satu sama lain. Sebab hal itu membuat pembukaan lahan untuk kelapa sawit menjadi mudah dengan cara pembakaran. Namun perlu diketahui, meskipun gambut mudah terbakar tetapi untuk memadamkannya tidak semudah seperti membakar sebelumnya. Gambut sangat mudah terbakar yang mana laju kebakarannya sangat cepat dan dapat merembes ke daerah lain jika tidak ditangani dengan cepat. Selain itu gambut juga memiliki akar yang sangat panjang di dalam tanah. Sehingga jika dari atas api tampak sudah padam, belum tentu api tersebut padam. Hal tersebut dikarenakan api yang telah membakar gambut di atas tanah tentunya pasti akan menjalar ke akarnya. Akibatnya api tersebut masih membakar gambut yang ada namun letaknya ada di dalam tanah. Sehingga asap pembakaran tentunya juga belum akan hilang dan akan terus muncul dari dalam tanah jika tidak dipadamkan secara total. Jika tidak ditangani secara komprehensif maka dapat menjadi ancaman dari lokasi tersebut dan dapat menutupi suatu daerah dari lokasi pembakaran tersebut.
Hal seperti itu lah yang sedang dihadapi Provinsi Riau saat ini. Udara segar yang sering dihirup oleh warga Riau sehari-sehari, justru berubah menjadi kabut asap pekat yang sangat menyesakkan dada bagi seluruh warga Riau. Bukan tanpa sebab langit biru dan udara segar di Provinsi Riau langsung berubah seperti sulap menjadi kabut asap pekat. Hal ini ditimbulkan karena adanya pembalakan lahan dengan cara pembakaran. Kondisi daerah Riau yang banyak memiliki gambut juga menambah peluang besar terjadinya kebakaran lahan skala besar. Kejadian ini layaknya seperti suatu kebiasaaan yang sering ada setiap tahun. Maka seperti itu lah kerugian-kerugian yang selalu diterima oleh semua pihak. Hal ini berbuntut terhadap kondisi kesehatan warga Riau yang terus menurun. Adanya kabut asap pekat yang mengelilingi daerah Riau membuat masyarakat terkena penyakit Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA). ISPA menyerang penderitanya dengan terganggunya saluran pernapasan seperti sesak di dada dan batuk-batuk. Bahkan mampu membuat seseorang jatuh pingsan bila tidak mampu menahankannya lagi sesak yang ada di dada dikarenakan kesulitan bernapas. Anak-anak sangat rentan terhadap kondisi tersebut. Tentu kita mengetahui sistem kekebalan imun anak-anak belum sekuat orang dewasa. Tidak hanya manusia saja yang terkena dampak kabut asap yang melanda Riau. Satwa binatang juga terkena imbasnya akibat kebakaran lahan yang ada di Riau. Banyak satwa binatang yang terperangkap di area pembakaran dikarenakan tidak sempat keluar habitanya yang terkena pembakaran. Sehingga banyak hewan yang tewas terpanggang ditemukan ketika api sudah padam. Tidak hanya itu saja, banyak hewan yang juga pergi ke daerah pemukiman manusia seperti orang utan untuk mencari makanan. Orang utan sebenarnya adalah hewan yang sangat pemalu, bahkan tidak berani muncul ke daerah pemukiman warga. Namun dikarenakan habitanya yang habis terbakar, mau tidak mau orang utan tidak punya cara lain untuk bertahan hidup selain pergi ke pemukiman warga untuk mencari makanan.
Dengan kondisi Riau yang sudah sangat parah saat ini membuat banyak warga bahkan mahasiswa Riau untuk turut melakukan aksi penyampaian aspirasi kepada pemerintah daerah untuk kiranya segera tanggap akan daruratnya asap yang ada di Riau. Sampai-sampai hal ini membuat Bapak Presiden Joko Widodo untuk turun tangan menyelesaikan permasalahan ini. Permasaahan ini sebenarnya tidak akan menjadi gawat seperti kondisi Riau sekarang jika pemerintah dan masyarakat bersama-sama serius menjaga lingkungan yang ada. Sebab jika ditelisik kebelakang, hampir rata-rata yang menjadi pelaku pembakaran di Riau adalah masyarakat dan juga korporasi perusahaan sawit yang ada di Riau. Tujuannya bukan tidak lain adalah membuka area lahan baru untuk ditanami kelapa sawit. Bukan hanya itu saja regulasi hukum yang ada juga masih terdapat celah kelemahan. Sehingga persolaan ini menjadi suatu kebiasaan yang terjadi setiap tahunnya di Provinsi Riau.
Untuk saat ini pemerintah tengah berupaya untuk memulihkan Provinsi Riau seperti sedia kalanya. Selain dengan dengan memerintahkan petugas POLRI, TNI dan Pemadam Kebakaran untuk berupaya memadamkan api di Riau, pemerintah juga tengah megupayakan membuat hujan buatan. Dengan demikian secara perlahan-lahan asap yang ada di Riau akan menghilang. Tidak hanya itu saja, pemerintah juga akan mengambil langkah tegas dan konkret untuk mecegah kejadian seperti ini tidak terjadi lagi dan tidak terjadi di Provinsi lain. Tentunya dengan memperbaiki sistem hukum seperti sanksi yang sangat berat ada dan juga mengajak kepada masyarakat Indonesia untuk tidak membuka lahan dengan cara membakar. Hal tersebut tentunya membutuhkan proses dan juga aparat pemerintah juga turut mengawasi agar tidak terjadi adanya kabut asap yang melanda suatu daerah. Sehingga tidak menimbulkan suatu perhatian besar dan menjadi trending topic pembahasan akhir-akhir ini. Dengan demikian kita juga turut menjaga lingkungan alam Indonesia serta menjaga kondisi paru-paru dunia tetap stabil. (SR)