Medan | Neraca – Senin (24/03/2025), sekelompok mahasiswa Politeknik Negeri Medan (Polmed) menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Sumatera Utara (Sumut). Aksi ini berlangsung dari pukul 15.00 wib hingga 18.00 wib. Demonstrasi diawali dengan berkumpulnya para mahasiswa di Stadion Mini USU. Setelah itu, rombongan mahasiswa bergerak menuju Gedung DPRD Sumut. Setibanya di lokasi, massa aksi dihadang oleh aparat kepolisian yang telah berjaga di depan gerbang kantor DPRD Sumut.
Para mahasiswa Polmed turun ke jalan dengan satu suara untuk menolak Undang-Undang (UU) TNI yang baru saja disahkan serta menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Polri yang mereka anggap mengancam prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat. Dalam tuntutannya, mahasiswa menyoroti beberapa pasal dalam UU TNI yang dinilai berpotensi menyalahgunakan kewenangan militer di ranah sipil serta melemahkan prinsip kontrol sipil terhadap institusi pertahanan. Selain itu, mereka juga menolak revisi UU Polri yang dinilai dapat memperbesar kewenangan kepolisian dalam ruang siber, berpotensi menekan kebebasan berekspresi, dan memperburuk kasus kekerasan terhadap masyarakat sipil maupun jurnalis.
Mahasiswa Polmed berencana menyerahkan petisi kepada DPRD Sumut. Namun, hingga aksi berlangsung, tidak ada perwakilan dari anggota DPRD maupun pimpinan DPRD Sumut yang menemui mereka. Situasi demonstrasi memanas dengan adanya aksi pembakaran ban dan pemblokiran jalan sebagai bentuk protes dan kekecewaan mahasiswa terhadap ketidakhadiran pihak DPRD Sumut untuk mendengarkan aspirasi mereka.
Berikut daftar tuntutan mahasiswa:
- Membatalkan Undang-Undang TNI yang telah disahkan karena tidak memenuhi prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan.
- Menyatakan undang-undang tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
- Mengembalikan norma-norma yang dihapus atau diubah oleh undang-undang baru ke versi sebelumnya.
- Memerintahkan pemuatan putusan di lembaran negara agar resmi diketahui publik.
Pada awal demonstrasi, Presiden Mahasiswa (Presma) Polmed, Bonaerges Marbun, mengajak para pimpinan DPRD untuk turun ke jalan dan berdiskusi. Namun, yang keluar dari Gedung DPRD Sumut adalah perwakilan Humas DPRD Sumut yang menyampaikan bahwa mereka menerima aspirasi mahasiswa dan akan meneruskannya. “Kami menerima aspirasi yang disampaikan dan akan meneruskannya, namun kami tidak memiliki kewenangan untuk memberikan keputusan. Aspirasi ini harus ditandatangani oleh pimpinan aksi,” ujar Humas DPRD Sumut. Meski demikian, hingga sore hari, tidak ada tanda-tanda kehadiran anggota DPRD untuk menemui mahasiswa Polmed yang sedang melakukan aksi demonstrasi.
Kami juga mewawancarai Koordinator Lapangan, Ahmad Arya Atalah. Ia menjelaskan bahwa poin utama tuntutan mahasiswa adalah pencabutan UU TNI yang telah disahkan oleh DPR RI. “Keputusan tersebut menimbulkan dwifungsi bagi TNI, menyebabkan kontroversi, dan sangat disayangkan karena DPR RI mengesahkannya secara terburu-buru. Padahal, tidak ada tuntutan dari rakyat terkait hal ini. Masih banyak masyarakat sipil yang kekurangan pekerjaan, tetapi DPR RI justru mengesahkan UU tersebut yang memungkinkan TNI memasuki ranah pemerintahan,” ujarnya.
Terkait sikap DPRD Sumut yang tidak menemui mahasiswa, Ahmad Arya Atalah menyampaikan kekecewaannya. “Sangat disayangkan, karena sejak awal kami menuntut DPRD untuk berdialog. Namun, tidak ada pimpinan, wakil pimpinan, atau anggota DPRD yang menemui kami. Hanya humas yang keluar. Kami memberikan ancaman bahwa jika dalam 3×24 jam tidak ada kejelasan, kami akan menggelar aksi jilid 2,” tambahnya.
Ia juga menjelaskan bahwa proses penyusunan tuntutan telah melalui kajian internal Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Polmed, kemudian dikonsolidasikan dengan Keluarga Mahasiswa Polmed hingga akhirnya menghasilkan tuntutan yang disampaikan dalam aksi ini.
Salah satu mahasiswa yang ikut serta dalam aksi demonstrasi, Ummi Balqis Daulay, menyampaikan pendapatnya terkait RUU TNI dan RUU Polri. “RUU Polri masih sebatas rumor, tetapi kita harus tetap waspada karena rakyat berhak mendapatkan informasi yang jelas dan transparan. Sementara itu, RUU TNI yang baru disahkan hingga kini belum dipublikasikan. Bahkan, sidang pengesahan RUU TNI dilakukan secara tertutup di hotel mewah pada Kamis, 20 Maret, saat rakyat sedang menyampaikan aspirasi mereka. DPR RI tidak berada di gedung parlemen, dan tindakan ini tidak sesuai dengan UUD 1945, seolah-olah mereka menghina rakyat,” ujarnya.
Saat ditanya mengenai alasan mengikuti demonstrasi, Ummi menjawab, “Ada satu ungkapan yang saya yakini, yaitu ‘Suara rakyat adalah suara Tuhan’. Itulah motivasi saya untuk ikut serta dalam aksi ini sebagai perwakilan suara rakyat.”
Ia juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap pimpinan dan anggota DPRD Sumut yang tidak hadir dalam aksi tersebut. “Ini merupakan bentuk penghinaan. Mereka adalah Dewan Perwakilan Rakyat, dan mahasiswa di sini ingin menyampaikan aspirasi sebagai perwakilan suara rakyat. Namun, mereka tidak kunjung hadir. Gedung DPRD juga dibiayai oleh pajak rakyat, seharusnya mereka tidak bersikap seperti ini,” pungkasnya.
Dengan aksi demonstrasi ini, mahasiswa Polmed berharap agar pemerintah dan DPRD Sumut lebih responsif terhadap suara rakyat. Mereka menegaskan bahwa perjuangan mereka belum selesai dan akan terus menyuarakan aspirasi demi menjaga prinsip demokrasi dan keadilan bagi masyarakat. (VW/RAS)







