Medan | Neraca – Penambangan nikel di sejumlah pulau kecil di Raja Ampat, Papua Barat Daya, dilaporkan telah merusak lingkungan laut dan melanggar ketentuan perlindungan lingkungan hidup. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengidentifikasi empat perusahaan tambang nikel terlibat dalam pelanggaran serius dalam operasionalnya.
Perusahaan yang terlibat termasuk PT Gag Nikel, PT Anugerah Surya Pratama, PT Kawei Sejahtera Mining, dan PT Mulia Raymond Perkasa. Operasi mereka berlangsung di pulau-pulau kecil seperti Gag, Kawe, Manuran, dan Batang Pele, yang semuanya berada dalam Kawasan Konservasi Perairan Raja Ampat.
Pelanggaran ini terungkap setelah KLHK melakukan pemeriksaan di lapangan. Rasio Ridho Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, mengatakan, “Keempat perusahaan tersebut ditemukan tidak mematuhi peraturan lingkungan hidup, termasuk pengelolaan limbah, reklamasi lahan, dan pelanggaran tata kelola pulau kecil.”
Dampak dari operasi penambangan ini tidak hanya mencemari wilayah pesisir tetapi juga mengakibatkan penumpukan sedimen yang menimbulkan bahaya bagi terumbu karang dan biota laut yang ditemukan di perairan Raja Ampat. Kawasan ini dikenal sebagai salah satu tempat dengan keanekaragaman hayati laut.
Terkait pelanggaran ini, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memberlakukan sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan dan mewajibkan pemulihan lingkungan sesuai dengan ketentuan undang-undang. “Penambangan di pulau kecil yang berdampak besar terhadap ekosistem laut tidak bisa dibiarkan. Ini soal keadilan antargenerasi,” tegas Hanif Faisol Nurofiq, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Selain tindakan pemerintah, anggota parlemen juga menyuarakan kekhawatiran mereka. Novita Hardini, anggota Komisi VII DPR, menekankan bahwa kegiatan penambangan di wilayah yang dilindungi seperti Raja Ampat tidak dapat ditoleransi. “Kita tidak bisa kompromi dalam urusan lingkungan,” tegasnya.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah mengumumkan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin usaha pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat. Bahlil Lahadalia, Menteri ESDM, mengatakan bahwa pihaknya akan memanggil para pemegang izin yang diduga melanggar peraturan. “Kami akan evaluasi dan kalau terbukti, kami cabut izinnya,” ungkapnya.
Proses evaluasi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran ini diharapkan menjadi langkah awal dalam menjaga keberlanjutan ekosistem laut dan memastikan bahwa aktivitas pertambangan tidak mengorbankan kelestarian alam Raja Ampat. (EBN)
Sumber: