Medan | Neraca – Rabu, 23 April 2025. Politeknik Negeri Medan (Polmed) kembali melaksanakan perkuliahan secara luring dimulai pada hari Senin, 21 April 2025. Sebelumnya, perkuliahan dilakukan secara daring selama dua minggu sebagai langkah efisiensi anggaran, khususnya untuk menghemat penggunaan listrik di lingkungan kampus. Kebijakan ini menimbulkan beragam tanggapan dari mahasiswa.
Keputusan untuk menerapkan kuliah daring diambil oleh pihak kampus guna mengurangi biaya operasional yang dinilai cukup besar. Namun, sejumlah mahasiswa menyatakan bahwa kebijakan ini berdampak negatif terhadap proses pembelajaran mereka. Beberapa di antaranya mengeluhkan materi yang tidak tersampaikan secara maksimal, terbatasnya interaksi dengan dosen, serta tertundanya kegiatan praktikum yang penting, terutama bagi program studi teknik.
Neraca mewawancarai beberapa mahasiswa Polmed terkait kebijakan perkuliahan daring selama dua minggu tersebut.
Gabriel Siregar, mahasiswa semester empat dari Program Studi Teknik Mesin, menyampaikan bahwa kuliah daring tidak efektif karena banyak materi yang terlewat, terutama ketika mahasiswa memiliki kegiatan di luar rumah. Ia juga menyoroti tertundanya kegiatan praktikum di bengkel yang sangat penting bagi pembelajaran. Menurutnya, jika efisiensi anggaran tetap perlu dilakukan, sebaiknya kuliah daring diselingi dengan pertemuan luring agar proses belajar tetap optimal. Gabriel juga menyatakan penolakannya jika kuliah daring kembali diterapkan di masa mendatang, karena dinilai tidak sebanding dengan besarnya Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang telah dibayarkan.
Dea Ananda Trisia Sembayang, mahasiswa semester dua dari Program Studi TRMG, mengaku sempat bingung dengan alasan kuliah daring sebagai bentuk efisiensi anggaran karena informasi yang diterima kurang jelas. Ia mengakui bahwa meskipun efisiensi mungkin tercapai di pihak kampus, mahasiswa merasa tidak mendapatkan manfaat maksimal dari sistem daring. Dea juga mengalami keterbatasan waktu dalam menerima materi dan menghadapi kendala penggunaan aplikasi seperti Zoom dan Google Meet. Ia berharap jika efisiensi tetap diperlukan, metode pembelajaran dapat lebih bervariasi dan tidak hanya mengandalkan daring.
Pendapat senada juga disampaikan oleh Siti Ria Humaira, mahasiswa semester dua dari Program Studi MICE. Ia menilai kuliah daring kurang efektif karena keterbatasan waktu di platform Zoom serta penyampaian materi yang tidak menyeluruh. Siti menyarankan agar perkuliahan daring dan luring dapat diselingi agar proses pembelajaran lebih optimal.
Sementara itu, Muhamad Hafiz Batu Bara, mahasiswa semester empat dari Program Studi Manajemen Informatika, menganggap keputusan kuliah daring kurang wajar. Ia menyebut bahwa dosen hanya membagikan materi tanpa memastikan pemahaman mahasiswa. Hafiz mengusulkan agar sistem pembelajaran daring dan luring diterapkan secara bergantian. Ia juga mengkritisi kurangnya transparansi pihak kampus terkait kondisi keuangan, sehingga mahasiswa bingung mengapa harus dilakukan efisiensi anggaran, padahal UKT telah dibayarkan. Hafiz berharap ke depan perkuliahan dapat kembali dilakukan secara luring dengan sistem yang lebih baik, jika pun daring tetap diperlukan.
Secara keseluruhan, kebijakan kuliah daring selama dua minggu di Politeknik Negeri Medan sebagai bentuk efisiensi anggaran menuai ketidakpuasan dari mahasiswa. Mereka mengeluhkan turunnya efektivitas pembelajaran, hilangnya praktik lapangan, serta komunikasi yang terbatas dengan dosen. Mahasiswa berharap pihak kampus dapat mencari solusi efisiensi yang tidak mengorbankan kualitas pendidikan dan memberikan penjelasan yang lebih transparan terkait kebijakan yang diambil.
Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk penghematan anggaran dan energi, dampak yang dirasakan mahasiswa menunjukkan perlunya evaluasi dan penyesuaian agar proses pembelajaran tetap optimal serta hak mahasiswa sebagai penerima layanan pendidikan tetap terpenuhi. (EBN)