Artikel ditulis oleh: Laisa Tastarih
Halo Gen Z!
Siapa yang tiap hari scroll TikTok dari pagi sampai malem? Yap, platform ini emang udah kayak makanan sehari-hari kita. Tapi, pernah gak sih ngerasa kayak hidup kita tuh “disetir” sama standar yang muncul terus di FYP?
Dari mulai standar percintaan, kecantikan, lifestyle, cara berpakaian, bahkan standar finansial, semuanya kayak udah diatur sama algoritma TikTok. Yang nggak ikut, bisa langsung ngerasa “gak cukup”. Yuk, bahas satu-satu kenapa standar TikTok bisa jadi racun, tapi juga gimana kita bisa tetap waras di tengah dunia maya ini.
- Effort Cowok = Duit? Standar TikTok yang Mulai Gak Masuk Akal
Oke, ini topik panas, standar effort dalam hubungan versi TikTok. Pernah liat konten yang isinya cowok beliin pacarnya skincare tiap bulan, ngajak dinner fancy, nganter jemput tiap hari, sampe transfer uang jajan mingguan terus di-comment netizen “Itu mah bare minimum, bro.”
Lho? Serius?
Sekarang effort dalam hubungan kayak udah ditakar dari seberapa banyak uang yang dikeluarin, bukan dari ketulusan atau perhatian. Padahal, gak semua cowok (dan cewek) punya kondisi ekonomi yang sama. Tapi karena standar TikTok, banyak yang akhirnya ngerasa:
- “Kalau pacarku gak beliin bunga mahal di ulang tahun, dia gak effort.”
- “Kalau dia gak bisa ajak aku ke cafe aesthetic, berarti dia gak serius.”
- “Kalau hubungan ini gak bisa keliatan ‘rich & romantic’ di medsos, mending skip.”
- “Kalau pacarku gak pernah transferin jajan, berati dia mokondo.”
Padahal, hubungan itu bukan ajang pamer kemewahan. Hubungan itu tentang saling dukung, saling berusaha, dan saling ngerti kondisi satu sama lain. Tapi TikTok bikin standar yang kadang gak realistis, dan lebih parahnya bikin banyak cewek atau cowok cuma mau untung gak mau usaha.
Contoh lainnya, supaya disebut couple goals, sekarang harus:
- Outfit couple yang aesthetic.
- Ulang tahun dirayain dengan dinner romantis di cafe fancy, pake bunga seharga gaji UMR.
- Kado ulang tahun harus branded dan kekinian.
Kalau gak kayak gitu? “Ih gak niat pacarannya”
Padahal… Real Couple Goals Itu Saling Effort, Bukan Saling Nuntut
Hubungan yang sehat bukan soal siapa yang bisa ngasih lebih banyak uang, tapi siapa yang mau ngasih usaha terbaik dari kemampuan masing-masing. Gak semua orang bisa ngasih bunga mahal, tapi bisa aja dia nyisihin waktu buat bikin surat tulisan tangan dan itu juga valid sebagai bentuk cinta.
Jadi, jangan mau disetir standar TikTok yang bikin pasangan dijadikan ATM atau mesin pengabul keinginan. Hubungan yang bener tuh:
- Sama-sama support.
- Sama-sama berusaha.
- Sama-sama paham batas dan kondisi.
TikTok boleh jadi tempat hiburan, tapi jangan sampai bikin kamu kehilangan nilai dalam hubungan cuma karena pengen aesthetic relationship yang sebenarnya cuma cocok buat dijadiin konten, bukan kenyataan.
- Cantik & Ganteng Harus Sesuai FYP?
Pernah gak ngerasa insecure karena muka kamu gak semulus cewek korea atau gak seganteng cowok aesthetic yang suka muncul di FYP Tiktok?. Tenang, kamu gak sendiri. Standar kecantikan di TikTok tuh kayak template gak sih harus yang putih, glowing, langsing, dan “kamera ready”. Padahal, kenyataannya tiap orang punya kecantikan unik yang gak bisa disamain. Tapi karena tiap hari dicekoki konten kayak gitu, lama-lama bisa bikin kita mikir “Aku kurang apa ya?”
Ini yang disebut sama banyak psikolog sebagai efek media sosial terhadap body image. Bahkan menurut RRI, banyak Gen Z yang mulai ngerasa minder dan stres karena gak sesuai dengan standar yang mereka lihat terus-terusan di TikTok.
- Gaya Hidup Serba Estetik, Dompet Jadi Kritik
Lanjut ke standar lifestyle. TikTok sering banget ngasih kita konten “morning routine” ala anak sultan, ngopi di cafe fancy, belanja haul jutaan, sampai skincare 10 step. Eh tapi… dompet kita gak seestetik itu. Menurut artikel dari OCBC, banyak Gen Z yang akhirnya jadi konsumtif demi terlihat “in” di medsos. Hasilnya? Financial anxiety.
Padahal, gak semua yang kamu lihat di TikTok tuh real. Banyak yang cuma buat konten doang, atau malah nyicil demi konten. Ngeri, kan?
- Ikut Tren Terus, Tapi Lupa Diri Sendiri
Pernah mikir kenapa kamu ikut tren ini itu padahal gak suka,
cuma biar gak FOMO (Fear of Missing Out)?. TikTok memang jago banget bikin tren viral. Tapi kalau kita terus-menerus ikut arus tanpa mikir, kita bisa kehilangan jati diri kita sendiri. Seperti yang ditulis di Minanews, banyak remaja yang akhirnya hidup dalam tekanan untuk terus jadi “versi TikTok” dari diri mereka, bukan diri yang sebenarnya.
- Standar Sosial yang Nggak Masuk Akal
Dari cara ngomong, nongkrong, bahkan cara mikir TikTok bisa banget membentuk standar sosial baru. Misalnya:
- Harus punya circle pertemanan yang “productive and supportive”.
- Harus punya goal hidup di umur 20-an.
- Harus punya usaha sampingan.
- Harus punya gaji minimal 2 digit di umur 20-an
Eh, semua itu bagus sih. Tapi kalau kamu jadi ngerasa gak cukup cuma karena belum punya semua itu, itu udah jadi masalah. Menurut RRI, tekanan sosial dari media seperti TikTok bisa bikin remaja merasa harus terus “update” demi diterima, bukan berkembang karena keinginan diri sendiri.
Terus, Kita Harus Gimana?
- Saring, bukan telan mentah. Ingat, gak semua konten di TikTok itu real atau cocok buat kamu.
- Bandingin sama diri sendiri, bukan orang lain. Progres hidup itu personal, bukan lomba.
- Pilih konten yang bikin kamu berkembang. Daripada insecure liat “rich kid TikTok”, mending follow akun yang edukatif atau motivasional.
TikTok emang seru, apalagi kalau algoritma-nya pas banget sama kita. Tapi ingat, kamu bukan algoritma. Kamu manusia, yang punya nilai sendiri tanpa harus sama kayak yang trending. Jadi, stop jadi korban standar TikTok. Mulai sekarang, kamu yang kendaliin hidup kamu. Bukan FYP!
Referensi:
https://www.rri.co.id/lain-lain/793919/standar-tiktok-merusak-mindset-fakta-atau-mitos
https://www.ocbc.id/id/article/2025/01/14/pengaruh-standar-tiktok-terhadap-kondisi-finansial-gen-z
https://minanews.net/hidup-disetir-standar-tiktok/
https://rri.co.id/lain-lain/913646/tiktok-dan-pengaruh-standar-sosial